Kisah Sebuah Korek Api

Penampakan si Korek

Saya awali dengan sebuah cerita mengharukan.  Tolong siapkan ember dan sapu tangan sebelum membacanya. 😀

Pada hari Kamis kemaren saya kedatangan tamu seorang teman sepengangguran yaitu bro Elvin. Entah angin apa yang membawanya ke tempat nongkrong saya. Yang jelas waktu dia masuk rumah hanya bilang mau main sama mengembalikan korek api. Saya tertawa. Pertama tertawa lucu, yang kedua saya merasa bangga punya teman seperti bro Elvin ini.  Betapa tidak, itu korek api saya yang terbawa dia waktu ngumpul-ngumpul di Kopi Joss tanggal 4 Februari silam dan ternyata dia masih menyimpan dan mengembalikannya.  Padahal saya sendiri sudah lupa apa warna korek api tersebut dan sudah mengikhlaskan untuk digunakan oleh bro Elvin. Boro-boro membayangkan korek api tersebut bisa kembali, wong bentuknya saja sudah lupa.

Sesuatu yang luar biasa menurut saya sikap seperti ini. Sebuah korek api yang harganya tak lebih dari tiga ribu rupiah masih sempat disimpan dan dikembalikan oleh bro Elvin karena (saya yakin) dia menyadari bahwa barang sekecil itu pun jika bukan haknya untuk diambil maka harus dikembalikan.  Subhanallah, ternyata masih banyak orang-orang yang jujur disekitar saya.

Peristiwa ini sangat menusuk perasaan, membuat saya merenung dan berpikir betapa masih banyak kekurangan dalam diri ini. Kadang mengeluh dan sering tak mensyukuri nikmat yang sudah diberikan oleh Allah kepada saya.  Saya kurang menyadari bahwa pemberian sekecil apapun jika itu disyukuri dan dirasa cukup akan lebih baik daripada banyak tapi kita masih saja merasa selalu kekurangan. Atau bahkan tanpa disadari saya sering merampas hak orang lain. Oh sungguh saya harus banyak metani diri ini dan selalu mawas diri.

Mengutip dari sebuah blog muslim:

Ingatlah, kekayaan tidak disebabkan harta yang melimpah. Namun kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan yang terdapat pada jiwa. Yaitu jiwa yang selalu qana’ah (yaitu rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan) dan menerima dengan lapang dada setiap pemberian Allah kepadanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sungguh beruntung orang yang telah berserah diri, diberi kecukupan rizki dan diberi sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya”. [HR Muslim]

Dengan sifat qana’ah ini, seorang muslim harus bisa menjaga dalam mencari rizki atau mata pencaharian. Ketika bermu’amalah dalam mencari penghidupan, jangan sampai melakukan tindak kezhaliman dengan memakan harta orang lain dengan cara haram. Inilah kaidah mendasar yang harus kita jadikan barometer dalam bermu’amalah. Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” [an Nisaa/4 : 29].

Saya tidak akan menulis terlalu panjang.  Tulisan ini bukan untuk menggurui, tapi setidaknya akan menjadi pengingat pada diri saya agar selalu bersyukur atas nikmat sekecil apapun.  Yang lebih luarbiasa, saya berharap agar para pemimpin bangsa ini mampu mengayomi dan menghormati hak-hak rakyatnya bukan merampasnya dengan jalan korupsi, manipulasi dan mengelabuhi kaum lemah. 🙁

Hiks… ember saya sudah penuh, sapu tangan sudah basah. Semoga kita senantiasa digolongkan sebagai orang-orang yang bersyukur dan beruntung dihadapan Allah SWT. Amin.

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) haram”. [HR Bukhari]